2.1.
1. Legenda
Desa (Sasakala)
Konon kabarnya pada abad ke 17
didaerah hutan Indramayu di bagian selatan mulai kedatangan para pendatang baru
yang memburu daerah-daerah subur yang berasal dari daerah Sumber Jatitujuh
kabupaten Majalengka, diantaranya bernama : Ki Rawan, Ki. Rasiyem, Ki. Nasta
dan beberapa orang pengikut lainnya. Mereka bermaksud akan bebedah (babad)
hutan untuk membuat pedukuhan dan bercocok tanam. Mereka mencari tempat yang
tanahnya baik dan subur, yang tidak jauh dari tempat air(sungai). Akhirnya
mereka mendekati pohon besar di hutan itu, ternyata pohon kesambi yang letaknya
tidak jauh dari sungai atau tempat-tempat air.
Setelah hutan sudah menjadi
perkampungan Ki. Rawan memberi nama Kampung Kesambian sungainya diberi nama
Kalensambi, penduduk kesambian rajin bekerja, senang bertapa, senang hidup
bergotong royong, dan bermusyawarah kalau ada sesuatu kesulitan dipikirkan
bersama.
Disekeliling Kampung Kesambian masih
merupakan hutan yang sangat angker. Hutan tersebut jarang sekali dijamah oleh
manusia dan banyak binatang buas dan syaitan yang jail yang sering mengganggu,
untuk menanggulangi hal tersebut Ki. Rawan menyampaikan kepada pengikutnya
bermaksud berguru menuntut ilmu kepada Ki. Arsitem di Cirebon Girang karena
masih ada hubungan family dengan orang tuanya. Akhirnya Ki. Arsitem mengutus
Ki. Jangkung supaya ikut Ki. Rawan Ke Kesambian, sebelum ketempat tujuan beliau
singgah di Bantarjati perlu mengajak Ki. Jatok, terus ke Jatitujuh menjemput
Ki. Marsidem yang terakhir singgah di sumber mengajak Ki. Arsidem, dari sumber
banyak para pengikut sebanyak 20 Kepala Keluarga.
Pada tahun itu waktu musim kemarau yang
sangat panjang dan jumlah penduduk semakin bertambah banyak baik dari kelahiran
maupun pendatang baru antara lain dari keluarga Ki. Arsiyah dari Karawang, Ki.
Ja’I dari Cilamaya dan Raden Suryaningrat dari Cirebon, sehingga penduduk
kesambian dipindahkan ke kampung Pasirangin dikarenakan masih banyak sumber air,
kemudian pindah lagi ke kalen tengah. Mulai saat itu Ki. Jangkung menempatkan
penduduk dengan dikelompok-kelompokan setiap tempat yang ada sumber airnya
(Kedung atau teluk sungai yang dalam ditunjuk seorang sesepuh yang bertugas
bertanggungjawab terhadap kelompoknya. Penempatan penduduk memanjang dari
selatan membujur ke utara.Kelompok Ki. Jatok kebagian di Tambak Suyem didekat
SD Cikedung 2, Kelompok Ki. Jangkung kebagian di Kedung Jati yang sekarang
Kramat Jati, Kelompok Ki. Arsidem di Teluk Sungai yang disebut Bojonglengkong,
Kelompok Ki. Rasiyan kebagian di Kalentangsi Kedung Asem, kalentengah menjadi
batas antara blok 1, 2, 3, 4,dan 5.
Pada suatu hari di pedukuhan yang baru
Ki. Jangkung mengumpulkan penduduk dengan maksud member nama desa yang baru dan
memperluas tanah garapan kea rah utara sampai ke kedung kucing. Pada masa itu
penduduk belum mempunyai bahasa nasional, ada penduduk yang berasal dari suku
Sunda, suku Jawa dan suku Melayu walaupun demikian menghasilkan suatu mufakat
desa yang baru diberi nama “Cai Kedung” yang artinya Cai dari bahasa Sunda yang
artinya Air, Kedung dari bahasa Jawa yang artinya tempat Telukan sungai yang dalam sehingga bias menampung
air dan arusnya berputar-putar di tempat tersebut, atau tempat sumber air
yang setiap insane memerlukan. Dalam
proses perkembangannya menjadi sebuah kampung yang dikenal Kampung Cikedung
yang sampai sekarang masih ada.
2. 2. Terbentuknya
Desa Cikedung
Catatan sejarah Desa Cikedung jika ditarik
kedalam peradaban kerajaan, kurang lebih pada masa Pemerintahan Raden Adipati Sawerdi
Wiralodra III Darma Ayu Nagari yang sekarang menjadi Indramayu yaitu pada awal
abad ke 17, Desa Cikedung yang berasal dari padukuhan Kesambian tak luput Dari
para pendatang baru yang memburu daerah-daerah subur. Munculah
kelompok-kelompok masyarakat di daerah tersebut, sehingga penduduk Cikedung
meningkat.
Pada tahun 1700
di masa itu telah terjadi perang yang terjadi di desa karang lawas ( desa Amis)
yang di sebut Perang Amis, dengan tidak berpikir panjang Ki. Marsidem, Ki.
Rawan dan Ki. Jatok mengajak mereka yang sedang bekerja di lading supaya
menyiapkan diri segera menuju ke Karang lawas.
Pasukan yang
dipimpin Ki. Marsidem di perjalanan mendapat serangan dari musuh secara
mendadak banyak korban dari pasukan Ki. Marsidem karena pasukan musuh mendapat bantuan dari
pasukan Kompeni Belanda. Jenajah Ki. Rawan dikebumikan di Kirapon, Sedangkan
Ki. Marsidem yang terluka di tandu pakai kayu Walikukun beristirahat di tepi
sungai Cibubul di bawah pohon Dadap Ki. Marsidem berpikir daripada tertangkap
oleh musuh lebih baik mengakhiri hidupnya dengan senjata Keris sendiri dan di
kubur di tempat itu yang sekarang bernama Kampung Cidadap yang artinya (Sumber
air dibawah pohon Dadap) Akhirnya sesepuh Kampung Kesambian member nama tempat
kejadian waktu mengadakan peperangan melawan musuh waktu mendengar suara orang
berperang di sawah maja di namakan Kubang Kawen (gugur), di perjalanan menuju
Karanglawas kampong yang di lalui di namakan Karang dawa karena saking
panjangnya, ketika keris Ki. Marsidem jatuh di bawa Ki. Jatok dinamakan
Kecepot, jadi nama-nama pada waktu kejadian perang Amis sampai sekarang masih
menjadi nama tempat yang ada di dalam desa Cikedung sampai sekarang.
Pada tahun
1885 desa Cikedung mulai dibuat jalan-jalan desa (belum pakai batu) untuk
memudahkan hubungan desa yang satu dengan desa yang lainnya.
Dengan meningkatnya hasil
pertanian desa Cikedung dianggap cara kerjanya cukup baik oleh Demang maka
didesa Cikedung dijadikan Onder Distrik (Kecamatan). Kantor dan perumahan Onder
Distrik didirikan di komplek kantor pemerintahan desa Cikedung yang sekarang
dipakai bangunan SD Cikedung 1
Pada tahun 1909 desa Cikedung
terkena bangunan jalan kereta Api jurusan Cirebon – Cikampek, pembangunan jalan
Raya dan saluran irigasi pengairan pun di bangun dari bendungan rentang yang
disebut irigasi Cipelang Barat dari desa rancajawat sampai ke kedokangabus.
Pada masa itu
di desa-desa diangkat beberapa orang pembantu pemungut cukai atau pajak yang
disebut Perintah Desa Kepala Perintah Desa pada waktu itu disebut Carik tau
Kuwu karena pada masa Demang kuwu kebanyakan hanya mengangkat dari pejabat carik atau Jurutulis,
sehingga masa jabatan para carik atau Kuwu tidak menentu. Waktu itu dengan
mengangkat Kuwu Cikedung sebagai kepala pemerintahan Desa dengan sebutan Kuwu
Tuding, yang berarti orang yang ditunjuk sebagai kuwu tersebut adalah seseorang
yang sakti dan berilmu tinggi dan mempuni dalam segala hal. Bila mana ada yang
menginginkan menjadi kuwu maka orang tersebut harus mengalahkan kuwu yang
sedang menjabat. Wilayah Desa Cikedung terangkum dalam wilayah Kecamatan Cikedung.
Batas wilayah Desa Cikedung meliputi Utara Desa Cikedunglor, sebelah Selatan Desa
Amis, sebelah barat Desa Karangasem, dan sebelah timur Desa Jambak.
Sumber-sumber
pendapatan desa diantaranya adalah Bengkok (Tanah carik) hasil dari tanah
titisan desa, tanah hasil kanomeran, tanah milik adat, hasil dari tanah Negara,
dan lumbung desa.
Kuwu Desa
Cikedung sekitar tahun 1700 Masehi adalah :
1.
Renggasih asal
kampung Cibereng
2.
Masdam asal kampung
Karangasem
3.
Warji asal kampung
Jambak
4.
Murdama (H. Dulkarim)
asal kampung Lunggadung
5.
Murkijan (Marsad)
asal kampung Lunggadung
6.
H. Sleman (Sinar)
asal kampung Lunggadung
7.
Mardi A (Talam B)
asal kampung Cikedung
8.
H. Sleman (Sinar)
asal kampung Lunggadung
9.
Surti ( Murkijan)
asal kampung Lunggadung
Kuwu Desa Cikedung
Pada Zaman penjajahan Belanda adalah :
10. Asmita
(Karsad) asal Munjul (1900 - 1933),
11. Waris
asal Cikedung
12. Damen
asal Cikedung,(Tidak dilantik)
13. Jojo
asal Tegal Jawa Tengah (1934 – 1936),(Mandor Jalan)
14. Sarwita
(Witul) asal Cikedung ,(1936 -1945)
Kuwu Desa Cikedung Pasca kemerdekaan adalah :
15. Murtala,
asal Cikedung (1945-1946),
16. Sungeb,
asal Cikedung (1946-1947),
17. Tamad
(Usman B), asal Cikedung (1947-1949),
18. Tunda,
asal Cikedung (1949-1950),
19. Sungeb,
asal Cikedung (1950-1952),
20. Darus,
asal Cikedung (1952-1953),
21. Sungeb,
asal Cikedung (1953-1964),
22. Wirya,
asal Cikedung (1964-1965),
23. Saryadi,
asal Cikedung (1965-1967) (Pejabat Sementara),
24. Carmun
Juru Tulis Naya asal Cikedung (1967-1972),
25. Watmo
Juru Tulis Naya asal Cikedung (1972-1974) (Pejabat sementara),
26. Rali
Juru Tulis Achyani asal Cikedung (1974-1982),
Kuwu Desa
Cikedung setelah Pemekaran Desa dibagi dua wilayah adalah :
27. D.
Sutana, asal Cikedung (1982-1985) (Pejabat sementara),
28. Warsidi
asal Cikedung ,(Tidak Dilantik)
29. Dasikin
Juru Tulis D. Sutana, asal Cikedung (1985-1990) (Pejabat Sementara),
30. Didi
Sujatmadi asal Cikedung (1990-1998)
Kuwu Desa Cikedung
setelah Orde Baru (Reformasi) adalah :
31. Achyani
(1998 – 2008), Jurutulis/Sekdes Dasikin/Subandi,
32. Suherman.
(Tahun 2008 – sekarang), Sekdes Subandi.
Kebudayaan
Masyarakat Cikedung yang ada sejak zaman dulu diantaranya ; Tradisi Ngaruat lembur atau sedekah Bumi, Tradisi
Ziarah, Tradisi Hajat Tujuh Bulan, dan lain-lain.
Cagar Budaya
yang ada diantaranya yaitu Makam buyut Kalen Sambi, Makam Buyut Kendel di Blok
III, Makam Buyut Siyah di Blok I, Makam Buyut Kramat Jati di Blok II, Makam
Buyut Walikukun di Blok IV, makam buyut Jatok serta makam-makam tokoh
masyarakat Cikedung lainnya.
Wilayah Desa Cikedung terangkum dalam wilayah
Kecamatan Cikedung. Pada tahun 1982 Desa
Cikedung dimekarkan menjadi Desa Cikedung dan Desa Cikedunglor, mengingat
jumlah penduduk dan luas wilayah geografis sudah cukup memenuhi persyaratan
untuk dapat dimekarkan yang wilayahnuya
cukup luas.( Sumber : Data Desa Cikedung )
0 komentar:
Posting Komentar